Senin, 04 Februari 2013

membuat belangkon

          Kalau kita berbicara tentang budaya jawa, kita tidak bisa lepas dari blangkon. Blangkon merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa.
          Tak jelas benar, siapa dan kapan topi adat itu diperkenalkan. Yang pasti, sejak jaman dulu hingga sekarang, bentuk blangkon masih tetap seperti itu-itu saja.Penggunaan pakaian tradisional Jawa lengkap dengan blangkon masih banyak dijumpai dalam resepsi perkawinan. Bila kaum pria mengenakan tutup kepala blangkon, yang wanita biasanya mengenakan rambut palsu yang dibentuk bulat yang disebut gelung (dalam bahasa sehari-hari).
          Hampir semua petinggi pemerintahan, Budayawan, bahkan Artis seperti Jamrud-pun pernah memakai blangkon untuk sebuah sesi pemotretan.Dari sanalah kita tau bahwa Blangkon di negara kita tercinta ini sangat populer, namun, hanya segelintir orang yang tau proses pembuatan blangkon, apalagi sampai membuatnya.
          Sugianto (53 tahun) dan Anto (22 tahun) adalah satu dari segelintir orang tersebut. mereka adalah dua orang pekerja di sentra industri blangkon Kampung Sewu, Solo. Sugianto sudah mulai mebuat blangkon sejak 12 tahun yang lalu sementara anto baru sekitar 3 tahun dimana seluruh pengetahuan mengenai tata cara pembuatan blangkon di dapatkannya dari Sugianto
          Di ruang petak berukuran 5x3 meter, mereka memainkan jari-jemari, menempelkan potongan kain batik satu demi satu ke kain hitam yang terlebih dahulu telah di paskan ke batok kelapa. "penggunaan batok kelapa adalah supaya ukuran dari blangkon yang di buat pas ke kepala manusia" ungkap Sugiarto.
          Proses pembuatan Blangkon tidaklah sesulit yang di kira, pada intinya adalah tempel menempel batik ke "cetakan" batok, namun hal yang terlihat sangat mudah ini ternyata membutuhkan ketelitian serta kecekatan tangan untuk mendapatkan sebuah hasil yang rapi. "saya baru dapat membuat blangkon secara baik setelah belajar sekitar sebulan" ungkap anto.
          Sugianto dan Anto hanya di upah Rp 1.000 untuk setiap satu Blangkon yang mereka buat, namun dari tangan mereka dan rekan-rekan sejawatnya, satu budaya akan tetap ada.
teks dan foto (Akbar Nugroho Gumay)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar